Wednesday, March 26, 2008
Siapa diuntungkan dari tanaman transgenic?
OLEH Lutfiyah Hanim

Hanya sejumlah kecil petani kaya dan perusahaan-perusahaan biotek yang diuntungkan dari penanaman tanaman transgenik, demikian salah satu kesimpulan dari laporan yang diterbitkan Friends of The Earth dan Center for Food Safety. Dalam laporan yang diterbitkan pada bulan Februari 2008 lalu, menyebutkan penggunaan tanaman yang telah dimodifikasi secara genetic atau sering dikenal tanaman transgenic telah memacu peningkatan penggunaan pestisida. Tanaman tersebut juga gagal untuk meningkatkan hasil panen untuk mengatasi kelaparan dan kemiskinan.

Laporan berjudul ‘Who Benefit from GM Crops? the Rise in Pesticide Use (Siapa diuntungkan dari tanaman yang dimodifikasi genetic? Kenaikan dalam Penggunaan Pestisida” diluncurkan hampir bersama dengan laporan yang ditulis oleh ISAAA (International Service for the Acquisition of Agri-biotech), lembaga pendukung industri bioteknologi di bidang pertanian.

Dalam laporan tahunannya, ISAAA menekankan pada persebaran tanaman transgenic. Menurut ISAAA, lahan tanaman transgenic tumbuh 12 persen atau 12,3 juta hectare, mencapai 114,3 juta hectare pada tahun 2007. ISAAA mengklaim ada 23 negera yang telah menanam tanaman transgenic, antara lain Amerika Serikat, Argentina, Brazil, kanada, India, china, Paraguay, Afrika Selatan, Uruguay, Filipina, Australia, Spanyol, Meksiko, Kolombia, dan Chili.

Bagi pendukung tanaman transgenic, perluasan lahan tanaman ini tentu menjadi sesuatu yang dirayakan. Bertahun-tahun para pendukungnya mengkampanyekan peningkatan produksi tanaman trasngenik untuk memberi makan orang kelaparan dan membantu mengatasi kemiskinan di negara-negara berkembang. Dalam laporan ISAAA yang ditulis oleh Clive james, yang juga pendiri dari organisasi tersebut, mengatakan bahwa tanaman hasil rekayasa bioteknologi dapat memainkan peran penting dalam upaya mencapai salah satu Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals - MDGs) yaitu mengatasi kelaparan dan kemiskinan. Seperti dicontohkan, mengenai peranan penanaman Kapas Bt (kapas trasngenik) di India, yang dikatakan memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan pendapatan petani.

"Industri biotek mengatakan kepada orang-orang Afrika bahwa kami membutuhkan tanaman transgenic untuk mengatasi kebutuhan pangan dari populasi kami. Tetapi mayoritas hasil tanaman trasngenik digunakan untuk pakan ternah di negara-negara industri maju; untuk memproduksi bahan bakar dan bahkan dengan hasil yang tidak melebihi hasil tanaman konvensional,” kata Nnimmo Bassey, koordinator FoE Internasional di Nigeria.
"Selama bertahun-tahun, industri bioteknologi telah meniupkan keuntungan dari tanaman trasngenik, tetapi laporan ’Who Benefit from GM Crops” menunjukan bahwa gambaran yang seseungguhnya,” kata Andrew Kimbrell, Direktur eksekutif dari Center for Food Safety. "Tanaman-tanaman ini benar-benar mempromosikan penggunaan pestisida dalam jumlah yang lebih besar dan menyebabkan kerusakan yang langsung pada lingkungan dan petani kecil.

Laporan CFS dan FoE juga mengemukakan fakta lain, mengenai perkembangan tanaman trasngenik yang menurut ISAAA ditanam di 23 negara. Dari data, lebih dari 90 persen tanaman trasngenik hanya ditanam di lima negara utama, yaitu Amerika Serikat, kanada, Argentina, Paraguay dan Brazil. Lebih dari 50 persen ditanam di Amerika serikat, Lebih dari 70 persen ditanam di AS dan Argentina. Lebih dari satu dekade pengembangan, jumlah lahan ditanami dengan tanaman trasngenik hanya 3 persen dari total yang lahan pertanian di seluruh dunia.

Dalam pengembangan tanaman hasil rekayasa genetika dipromosikan dapat diaplikasikan untuk berbagai macam jenis tanaman. Namun, ternyata terdapat stagnasi dalam keragaman tanaman trasngenik yang ditanam. 100 persen tanaman trasngenik yang ditanam hanya pada empat tanaman yaitu ; jagung, kanola, kedelai dan kapas. Sementara jenis-jenis tanaman transgenik lainnya seperti beras, tomat, pepaya, kentang, jagung manis dan gandum tidak diterima oleh pasar dunia.

Di awal pengembangan tanaman hasil rekayasa bioteknologi, dipromosikan dapat menghasilkan tanaman yang tahan kekeringan, meningkatkan nutrisi, tahan kadar garam tinggi, dan tahan penyakit. Tetapi perkembangannya, yang diproduksi oleh perusahaan bioteknologi hanya dua jenis yaitu toleran terhadap herbisida (herbicie tolerance) dan tahan serangga (insect resistance) yang tidak memberi keuntungan apapun pada konsumen dan lingkungan. Bahkan tanaman yang toleran terhadap herbisida mencapai 80 persen dari seluruh tanaman trasngenik.

Industri mengklaim bahwa kapas Bt (salah satu jenis kapas transgenik) akan meningkatkan hasil panen dan meningkatkan pendapatan petani. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa peningkatan hasil panen kapas lebih disebabkan oleh iklim yang cocok (seperti di India dan AS) dan sistem irigasi (Afrika Selatan) dibandingkan dengan jenis biotek yang digunakan.

Di satu daerah di Afrika Selatan (Makhatini Flats) seringkali dipotretkan sebagai contoh ‘cerita sukses’ tentang keuntungan kapas trasngenik. Namun justru jumlah petani kapasnya turun drastis, dari 3229 pada tahun 2001/2002 hanya menjadi 853 pada tahun 2006/2007.

Kondisi yang muram juga dihadapi oleh petani kapas di India yang beralih ke tanaman transgenik. Di daerah Punjab bagian Selatan, dikenal sebagai salah satu contoh sukses petani kapas Bt di India, karena hasil yang tinggi pada tahun 2005. Namun pada tahun 2007, tanaman kapas Bt diserang oleh hama kepik tepung (mealy bug). Serangan hama ini memaksa petani menggunakan pestisida lebih banyak dari sebelumnya, yang tentu saja meningkatkan pengeluaran petani untuk membeli input.

Salah satu keunggulan dari tanaman trasngenik seperti yang dilansir dalam laporan ISAAA adalah dapat mengurangi penggunaan pestisida. Seperti yang diproduksi oleh perusahaan multinasional Monsanto, yang menjual bibit trasngenik jenis RR atau Roundup Ready. Dimana bibit tersebut telah didesain dengan mengandung glyphosate, yaitu bahan aktif pembunuh tanaman pengganggu atau semacam herbisida. Sehingga diharapkan tidak perlu menggunakan herbisida pada saat penanaman. Monsanto, selain produsen benih trasngenik juga merupakan produsen herbisida dengan bahan aktif glyphosate, bermerek Roundup.

Namun, pemerintah AS menemukan fakta telah terjadi peningkatan 15 kali lipat pengunaan glyphosate pada kedelai, jagung dan kapas pada periode 1994 sampai 2005, yang didorong oleh penggunaan varietas RR. Dimana seharusnya penggunaan RR akan menurunkan penggunaan herbisida tesebut.

Penggunaan yang berlebihan tersebut menimbulkan dampak lain yaitu tanaman penggangu (weed) menjadi resisten. Seperti yang ditemukan di AS, Argentina dan Brazil. Ilmuwan melaporkan tanaman penganggu yang resisten terhadap glyphosate mencapai 2,4 juta acre di AS.

Meningkatnya resistensi tanaman pengganggu pada glyphosate telah menaikkan penggunaan bahan kimia beracun lainnya. Di AS, ada peningkatan dua kali lipat bahan kimia 2,4-D pada periode 2002 – 2006. Bahan 2,4-D merupakan komponen Agent Orange, bahan pemusnah dalam perang Vietnam. Di Argentina, diperkirakan dibutuhkan 25 juta liter herbisida non glyphosate untuk menangani tanaman penggangu yang resisten terhadap glyphosate.

Dari laporan ISAAA di atas, terlihat jelas bahwa laporan tersebut berpihak pada penyebaran tanaman trasngenik. Dengan korporasi besar, perusahaan penghasil pestisida dan benih kelas dunia berada di balik pengembangan tanaman biotek tersebut. Lazimnya perusahaan, maka keuntungan menjadi tujuan utama dari semua aktivitasnya, termasuk dalam riset tanaman transgenik.

Sedangkan laporan dari FoE dan CFS menjadi gambaran lain yang tidak akan pernah dimunculkan oleh perusahaan pengembang produk transgenic. Laporan juga menyebutkan bahwa tanaman tersebut bukan lah produk super yang bisa mengatasi kemiskinan dan kelaparan. Bahkan bisa menjadi penyebab kemiskinan petani. Produk tersebut juga tidak bisa mencapai tujuan utama dikembangkannya produk transgenic, untuk mengurangi pestisida. Karena di berbagai tempat malah menaikkan tingkat penggunaan pestisida.
Karena itu, laporan FoE dan CFS seharusnya bisa menjadi cerminan bagi Indonesia yang penduduknya bersandar pada pertanian. Tidak sekedar mengikuti trend teknologi yang kelihatan hebat, tetapi hanya merugikan petani, berdampak buruk pada lingkungan dan tidak menguntungkan konsumen.

**
Sumber: Laporan “Who Benefit from GM Crops?: The rise in Pesticide Use” bisa diunduh dari website Center for food Safety www.centerforfoodsafety.org dan ISAAA Brief 37-2007: Executive Summary Global Status of Commercialized Biotech/GM Crops: 2007

1 Comments:
  • At July 14, 2008 at 10:54 PM, Blogger infogue said…

    artikel anda ada di:
    http://biotek.infogue.com
    http://biotek.infogue.com/siapa_diuntungkan_dari_tanaman_transgenic_

    anda bisa promosikan artikel anda di www.infogue.com yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!

     
Post a Comment
 

poor
Earth Song
Ants Unite I
Ants Unite II
See More Videos
Benih Kami Daulat Kami (Seed case)
TERABAS (Breakthrough)
Hidden faces of Globalization
Photo Album
Previous Post
Archives
Economic Literacy
Downloadable Materials
FILEs
Click on the Links to download

ECOSOC Rights (PDF)

ECOSOC Budget(PDF)

Panduan Globalisasi I (PDF)

Panduan Globalisasi II (PDF)

Geopolitics (PDF)

WHAT THEY SAY

Aileen Kwa (PDF)

Declaration of Assembly (PDF)

Dolls and Dust (PDF)

Fidel Castro (PDF)

Vandana Shiva (PDF)

Joseph Stiglitz (PDF)

Benih (PDF)

POSTER for CAMPAIGN

Utang Ekologis (PDF)

Utang Ekologis page II (PDF)

Structural Oppression Tree (PDF)

COMIC

Benih Kami Daulat Kami! (PDF)



Link
Footer

ACT!ONAID

RADIO MAP for
Economic Justice

Radio Community geographical position
See CLOSER !!

W O M E N
Alexandra Kollontai